Tapaktuan – Pungutan Liar (Pungli) merupakan salah satu penyakit berbahaya di dunia birokrasi. Tak heran Presiden RI Ir H Joko Widodo memberikan perhatian khusus terhadap pemberantasan Pungli tersebut, bahkan Presiden melalui akun twitter pribadinya secara langsung meminta agar masyarakat agar melaporkan praktik pungli.
Kini, aroma tak sedap berbau dugaan pungli itu semakin semenjak tercium dari dinas sosial Aceh Selatan. Bagaimana tidak, berbagai perilaku yang mengarah kepada praktek pungli ini ternyata isunya telah lama terjadi dan terkesan luput dari perhatian penegak hukum.
“Berdasarkan informasi yang beredar masif di masyarakat, setiap pendamping PKH harus menyetorkan honornya Rp 500.000 /orang tiap pencairan honor yang dimaksud dalam setahun ada beberapa bulan yang ditransfer ke oknum Kabid di Dinas Sosial Aceh Selatan tersebut. Jika dikalkulasikan saja dengan jumlah minimal rata-rata Rp 300 ribu perorangan dikalikan dengan jumlah pendamping PKH Aceh Selatan yang mencapai 44 orang. Maka setidaknya Rp 13,2 juta setiap pencairan honor bisa jadi mengalir ke kantong oknum pejabat tersebut,” beber koordinator Suara Independen Rakyat Aceh Selatan (SIRAS), Samsulrizal, SE kepada media, Jum’at 4 Oktober ,2024.
Mirisnya lagi, lanjut Samsulrizal, dikhabarkan ternyata bukan hanya pendamping PKH yang disikat honornya. Hal serupa juga dikabar berlaku untuk Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan Pekerja Sosial (Peksos)
“Jika kita kalkulasikan berdasarkan isu yang berkembang di masyarakat itu, jumlah TKSK di Aceh Selatan sebanyak 18 orang dimana setiap bulan dilakukan pungli sebesar Rp. 100 ribu per orang maka perbulan Rp 1,8 juta mengalir ke oknum pejabat Kabid tersebut setiap pencairan honor, belum lagi dengan pemotongan honor relawan Tagana sebesar Rp 100 ribu perorangan tiap penerimaan honor. Jika dikalikan sebanyak 34 orang relawan tagana di Aceh Selatan maka tidak kurang dari Rp 3,4 juta dipungli setiap penerimaan honor, dan juga pemotongan honor Peksos sebanyak 6 orang jika dikali 100 setiap Peksos sudah Rp. 600 ribu setiap pencairan honor,” jelasnya.
Menurut informasi yang beredar, praktek pungli ini dilakukan dengan dalih bahwa uang tersebut merupakan hak oknum yang bersangkutan karena telah mengurus anggaran honor tersebut. Bahkan dikabarkan praktek pungli itu tersistematis dan sudah berlangsung relatif lama.
Menurut isu yang beredar, setelah uang itu masuk dulu ke rekening pendamping PKH, TKSK atau relawan Tagan atau Peksos, lalu oknum pejabat yang bersangkutan melalui jejaring di bawahnya meminta agar diberikan sejumlah uang tersebut dengan dalih hak pengurusan. Untuk membuktikan isu tersebut benar atau tidaknya maka tentunya harus melalui proses pengusutan oleh pihak penegak hukum.
“Untuk itu, demi menghindari tumpang tindih kepentingan di daerah, kami meminta Polda dan Kejati Aceh melalui tim Saber Pungli untuk tidak tinggal diam. Kita minta agar indikasi Pungli ini segera diusut setuntas-tuntasnya demi terwujudnya clean and governance di Aceh Selatan,”tegasnya.
Samsulrizal juga mendesak aparat penegak hukum segera melakukan pemeriksaan guna membuktikan dan menghindari fitnah. “Penegak hukum tidak boleh hanya tinggal diam. Penegak hukum harus segera periksa rekening pribadi oknum kabid bersangkutan, ini penting sebagai bentuk upaya pemberantasan indikasi pungli dan menghindari penyebaran fitnah,” tutupnya.(Ril)