Banda Aceh – Hanya belasan hari lagi masa jabatan Amiruddin sebagai Pj Walikota Banda Aceh akan berakhir. Melihat fenomena selama ini setidaknya ada beberapa catatan suram selama satu tahun Amiruddin memimpin ibu kota Provinsi Aceh itu.
“Berdasarkan fakta yang terjadi, kita menilai Amiruddin telah gagal dalam menjalankan tugasnya memimpin Banda Aceh dan justru cenderung membuat masyarakat semakin menderita,” ungkap koordinator Gerakan Muda Peduli Kota (GMPK) Banda Aceh, Khairul Arifin SH.I, Sabtu 22 Juni 2024.
Fakta pertama, di bawah kepemimpinan Amiruddin penegakan syari’at islam di Banda Aceh tidak berjalan, bahkan pelanggaran-pelanggaran syariat seakan dibiarkan begitu saja hingga mencoreng citra Aceh sebagai daerah syariat Islam.
“Fakta yang begitu memilukan, di bawah kepemimpinan Amiruddin hak-hak masyaraka kecil dipangkas. Seperti santunan kematian, santunan melahirkan, bantuan untuk kalangan disabilitas hingga bantuan untuk kalangan duafa ditiadakan. Namun, mirisnya pajak untuk pedagang justru dinaikkan,” bebernya.
Khairul menambahkan, di masa kepemimpinan Amiruddin pula tarif PDAM ditingkatkan sehingga semakin memberatkan warga. “Mirisnya lagi, hampir saban hari pedagang kecil digusur ketika mencari rezeki untuk menafkahi keluarganya, hanya karena alasan penertiban. Tak heran penderitaan yang dialami pedagang yang terus-terus dikejar-kejar tim penertiban Pemko semakin menderita hingga melakukan demo dan protes sebagai bentuk perlawanan,”lanjutnya.
Menurut GMPK, sosok Amiruddin juga dinilai kurang peka terhadap kebersihan kota Banda Aceh sehingga bisa dilihat sampah menumpuk dimana-mana. Padahal Aceh sedang bersiap menyambut pelaksanaan PON, tapi perhatian Pemko terhadap kebersihan Banda Aceh sangat minim. Hal ini dapat merusak citra daerah dimata para tamu nasional yang datang ke Aceh.
” Fakta berikutnya yang dapat dilihat secara nyata di bawah kepemimpinan Amiruddin keberadaan anak punk dan gepeng semakin menjamur di Banda Aceh, namun sayangnya selama ini terlihat Pemerintah seakan hanya menutup mata,” ujarnya.
Fakta lainnya yang sangat jelas adalah tidak adanya kedekatan Amiruddin dengan rakyat, yang membuat jarak antara pemerintah dan rakyat itu serasa begitu jauh, apalagi kepemimpinan Amiruddin justru terkesan kurang peka dengan persoalan masyarakat.
“Selama Amiruddin memimpin terkesan begitu eklusif, sehingga pendopo yang sebelumnya terbuka untuk masyarakat menjadi sulit untuk diakses masyarakat. Satu tahun Amiruddin memimpin tidak sekalipun dilaksanakan zikir di Pendopo, apakah Amiruddin anti dengan zikir atau memang tidak berkenan menjadikan pendopo terbuka bagi publik,” katanya.
Dari sejumlah fakta tersebut, semakin jelas bahwa Amiruddin telah gagal dalam memimpin Banda Aceh. “Walaupun Amiruddin selalu mencoba membangun pencitraannya akhir-akhir ini, namun faktanya selama dia memimpin masyarakat kecil semakin terabaikan. Masih jadi penjabat (Pj) walikota saja sudah menyusahkan rakyat dan membuat Banda Aceh semakin terpuruk, apalagi jika ingin dipilih sebagai Walikota defenitif. Bisa-bisa kalangan masyarakat kecil semakin terpinggirkan, persoalan kota terus diabaikan,” demikian kata Khairul. (rel)