Memahami Dalil Perempuan Haram Dipilih Menjadi Pemimpin, Termasuk Kepala Daerah

PASEE NEWS

- Redaksi

Selasa, 30 Juli 2024 - 23:01 WIB

509 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini oleh : Muhammad Hawanis S.sos

Salah satu persoalan penting dalam pesta demokrasi di berbagai negara ataupun daerah terutama di negeri dengan mayoritas penduduk muslim ataupun daerah yang berazas syariat Islam seperti di Aceh yaitu mengenai kepemimpinan perempuan. Dalam realitas sehari-hari maupun kondisi politik saat ini sudah mulai banyak perempuan dengan jabatan strategis tertentu di pemerintahan, mulai skala daerah hingga nasional.

Namun, polemik soal kepemimpinan perempuan tidak sesederhana itu. Meskipun dalam kerangka demokrasi perempuan dapat dan boleh diangkat ataupun dipilih menjadi pemimpin, nyatanya dalam mengupayakan hal itu banyak sekali hambatan struktural bahkan dalil agama yang menghambat perempuan menjadi pemimpin.

Di dalam konteks Aceh sebagai daerah syariat tentunya Al Qur’an dan hadist menjadi pegangan dalam menjalankan kehidupan termasuk berkaitan dengan pemilihan pemimpin.

Di dalam ayat Al-Qur’an Surat An-Nisaa’: 34 yang sebagian ayatnya berarti:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”

Berdasarkan ayat tersebut, para ahli tafsir menyatakan bahwa kata “qawwam” yang terkandung pada ayat tersebut bermakna pemimpin, pelindung, pengatur, dan sebagainya. Lebih lanjut al-Razy dalam Tafisr al-Kabir menjelaskan bahwa kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki dibandingkan perempuan disebabkan karena keunggulan akal dan fisiknya.

Senada dengan pendapat tersebut, al-Zamakhsari dalam Tafsir al-Kasysyaf mengungkapkan bahwa keunggulan laki-laki dibandingkan perempuan dikarenakan akal, ketegasan, tekad yang kuat, kekuatan fisik, dan keberanian yang dimilikinya. Thaba’thaba’i juga turut menguatkan bahwa kelebihan akal yang dimiliki oleh laki-laki mampu melahirkan jiwa-jiwa keberanian, kekuatan, dan kemampuan dalam mengatasi kesulitan. Sebaliknya, perempuan dipandang lebih sensitif dan emosional.

Salah satu hadits yang sering disebut adalah: “Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: ‘Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah SAW pada hari menjelang Perang Jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka (Ashabul Jamal) dan berperang bersama mereka. Ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda ‘Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita.(HR Al-Bukhari)

Irsyadus Sari karya Imam Al-Qasthalani maupun Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani disebutkan tidak hanya tidak boleh menjadi qadhi, dalam urusan persaksian dan dalam imamah (kepemimpinan) pun ia juga dilarang.

Kemudian, seorang ulama Kharismatik Aceh Tgk H Syeikh Hasanoel Bashry yang akrab disapa Abu Mudi dalam sebuah kesempatan menegaskan bahwa perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin atau kepala daerah tidak sah karena tidak memenuhi syarat.

“Ureung Agam yang mengurus ureung inong (lelaki yang memimpin perempuan), “Arrijalun kawwamuna ‘alannisa’. Sehingga ditulis di dalam kitab, syarat menjadi pemimpin adalah lelaki yang merdeka, berakal, sehat badan dan segalanya,” tegas Abu Mudi dalam bahasa Aceh sebagaimana video yang beredar di media sosial.

Abu Mudi juga mengatakan, seorang perempuan yang maju sebagai pemimpin(kepala daerah) saja itu sudah berbuat dosa.

“Ureung inong meunyoe kageucalon ka dipeubeut desya. Perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin ka ijak peubeut desya, karena dipeubeut beut yang han sah dikerjakan. Dipileh cit le ureung nyan ureung pilih pi salah, dosa. Dilantik, ureung lantik desya. Setelah dilantik sah dia sudah jadi pemimpin, inan lom yang masalah,” tegas Abu Mudi sebagaimana isi dakwahnya yang viral di berbagai media sosial.

Merujuk penegasan dari berbagai dalil baik Al Qur’an, hadist dan pendapat ulama diatas maka sangatlah jelas bahwa kepemimpinan perempuan tidak dibenarkan di dalam Islam.

Walaupun sudah jelas dilarang dalam islam, namun dewasa ini dengan mengangkat isu kesetaraan gender yang didengungkan oleh Barat, berbagai argumentasi disampaikan agar perempuan diperbolehkan memimpin suatu daerah. Bahkan isu itu juga dikemas dengan baik di Aceh yang berjuluk negeri Serambi Mekkah.

Pun demikian rujukan kisah Sri Ratu Safiatuddin dan beberapa raja Aceh dari kalangan perempuan di masa peperangan selalu dijadikan argumentasi agar perempuan dibolehkan memimpin, padahal jika kita lihat kondisi saat itu sedang dalam masa perang, dan di dalam sistem kerajaan maka yang mewarisi kepemimpinan adalah keturunan raja, ketika sang raja tidak memiliki keturunan lelaki maka dengan terpaksa perempuan diberi kesempatan memimpin sementara, namun tentunya hal itu berlaku dalam kondisi genting dan darurat, tidak dalam kondisi normal.

Jika kita merujuk pada kisah perempuan-perempuan hebat di dalam Islam kita bisa merenungkannya, meskipun Khadijah, Aisyah, dan Fatimah memiliki peran penting, mereka tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai pemimpin politik. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks kepemimpinan, laki-laki yang seharusnya memimpin.

Dari uraian di atas, sebagai seorang muslim yang berada di bumi serambi mekkah yang berlandaskan syariat tentunya kita tetap berpegang teguh kepada Al Qur’an, hadist dan fatwa ulama-ulama. Kendatipun di dunia demokrasi yang mengadopsi prinsip kesetaraan gender kehadiran perempuan untuk ikut pesta demokrasi tak bisa dilarang, namun tentunya sebagai seorang muslim kita dapat memilah dan berpegang teguh terhadap dalil-dalil agama dalam menentukan pilihan dan dukungan nantinya.

Penulis adalah Ketua LSM Radar Aceh

Berita Terkait

Dikala Anjing Pemburu Khianati Pawang
Ketika Rakyat Mengunggat Hak Atas Kekayaan Alam Aceh
Kotak Kosong, dan Hadirnya Bustami-Haji Uma sebagai Saingan Kuat Mualem di Pilkada 2024
Pernyataan Pj Gubernur Antara Ungkapan dan Kenyataan, “Membangun Aceh dari Apa yang Rakyat Butuhkan
Standar Ganda Penegakan Hukum di Bidang Pertambangan, Picu Potensi Konflik Baru di Aceh

Berita Terkait

Senin, 9 September 2024 - 08:21 WIB

Masyarakat Kampung Pantan Kela Dukung Said Sani Jadi Bupati Gayo Lues Periode 2024-2029

Senin, 9 September 2024 - 06:02 WIB

Masyarakat Kampung Perlak Mulai Bergaung Dukung Calon Bupati Gayo Lues “SAID SANI-SAINI”

Minggu, 8 September 2024 - 07:55 WIB

Said Sani Silaturahmi Dengan Para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Adat

Sabtu, 7 September 2024 - 04:53 WIB

Calon Wakil Bupati Gayo Lues “Saini” Silaturahmi Bersama Masyarakat Kampung Palok

Sabtu, 7 September 2024 - 03:57 WIB

Said Sani Dapat Doa Restu Untuk Maju Pilkada Gayo Lues dari Pimpinan Ponpes Blangjelango

Sabtu, 7 September 2024 - 02:29 WIB

H.Said Sani Silaturahmi Dengan Masyarakat Kecamatan Terangun, Bahas Program Hilirisasi Pertanian Nilam

Kamis, 5 September 2024 - 17:25 WIB

Paslon Bupati Gayo Lues “SAID SANI-SAINI” Tandatangani Pernyataan Jalankan MoU Helsinki dan UUPA

Kamis, 5 September 2024 - 03:15 WIB

Hasil Survei Tunjukan Makin Kian Kuat, Dibuktikan Antusias Masyarakat Penosan Hadiri Silaturahmi Calon Bupati Gayo Lues “SAID SANI-SAINI”

Berita Terbaru